logo

Coming Soon

PENTINGNYA TERSANGKA UNTUK MENGAJUKAN SAKSI MERINGANKAN (A DE CHARGE) PADA PROSES PENYIDIKAN 

Dalam suatu perkara tindak pidana, pembuktian fakta merupakan hal yang sangat krusial selain penerapan hukumnya.

Tersangka dan penyidik atau penuntut umum merupakan dua pihak yang memiliki kepentingan yang berseberangan walaupun secara normatif penyidik atau penuntut umum bekerja secara objektif untuk mencapai keadilan. Namun demikian secara realistis, faktor subjektifitas penyidik dalam melakukan penyidikan dan penuntut umum dalam melakukan penuntutan tidak pernah lepas dari faktor subjektifitas penanganan perkara karena setidaknya berkaitan dengan reputasi, integritas, penilaian kinerja atau bahkan gengsi penyidik atau penuntut umum.

Dalam suatu proses hukum termasuk proses hukum tindak pidana, fakta – fakta suatu peristiwa disimpulkan berdasarkan alat – alat bukti, baik dalam proses penyidikan, penuntutan, ataupun persidangan.

Perbedaan pendapat antara tersangka dan penyidik atau penuntut umum pemengenai peristiwa yang terjadi merupakan suatu hal akan sangat mungkin terjadi dalam suatu penyidikan. Penyebab utama perbedaan peristiwa versi penyidik dan tersangka tentu karena terdapat perbedaan bukti – bukti yang dijadikan dasar dalam menyimpulkan suatu peristiwa yang dianggapnya sebagai peristiwa pidana. Penyidik memiliki kewenangan yang dapat digunakan secara subjektif untuk menentukan bukti – bukti yang perlu dikumpulkan dan bukti – bukti yang dianggapnya tidak relevan sehingga tidak dikumpulkan dalam proses penyidikan yang dapat menyebabkan fakta – fakta yang terkumpul dalam proses penyidikan tidak komplit atau terpotong sesuai dengan kepentingan penyidik. 

Kewenangan demikian tentu dapat menyulitkan tersangka untuk mengubah pandangan/penilaian penyidik terhadap suatu peristiwa yang dianggapnya sebagai peristiwa pidana terlebih jika keterangan tersangka berdiri sendiri (tidak berkaitan dengan alat bukti lain) atau bahkan bertentangan dengan bukti – bukti lain. Dalam kondisi seperti ini, satu – satunya cara adalah menyediakan alat – alat bukti lain yang sesuai dengan pendapat tersangka, atau setidaknya mengatasi kewenangan penyidik yang dapat digunakan secara subjektif 

Pasal 66 ayat (1) Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Ketentuan ini berlaku pada proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan, namun ketentuan tersebut tidak menjadikan tersangka atau terdakwa memiliki privilageyang seimbang dengan penyidik dan penuntut umum untuk menyediakan saksi dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan. Penyidik atau penuntut umum memiliki kekuatan memaksa dalam menyediakan keterangan saksi sementara tersangka atau terdakwa tidak.

Pasal 116 ayat (3) KUHAP menentukan bahwa “dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara”. Ketentuan tersebut dilanjutkan dengan ketentuan Pasal 116 ayat (4) KUHAP yang menentukan “dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut”. Sehingga jika dalam proses penyidikan tersangka memerlukan keterangan seseorang untuk membuktikan suatu hal yang dianggapnya akan meringankan dugaan tindak pidana yang disangkakan kepadanya maka tersangka tersebut harus menyampaikannya kepada penyidik agar penyidik memanggil orang yang dimintakan oleh tersangka untuk diperiksa dan memeriksa orang tersebut.

Jika dengan cara mengajukan saksi yang meringankan pandangan penyidik tidak berubah atau penyidik tetap melanjutkan perkara tersebut ke tahap penuntutan maka dengan cara tersebut keterangan saksi yang dimintakan oleh tersangka akan menjadi bagian dari berkas perkara yang dilimpahkan kepada pengadilan sehingga berdasarkan Pasal 160 ayat (1) huruf c. KUHAP, saksi tersebut wajib hadir di persidangan jika dimintakan oleh terdakwa atau penuntut umum. 

Pasal 160 ayat (1) huruf c. KUHAP menentukan  “Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut”.

Mengingat bahwa berdasarkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti adalah apa yang saksi nyatakan di pengadilan maka sangat penting bagi tersangka untuk memiliki saksi yang meringankan dalam proses persidangan.

Kesempatan untuk mengajukan saksi yang meringankan (a de charge) bagi tersangka atau terdakwa yang memiliki kewajiban hukum untuk hadir dalam proses persidangan hanya dapat dilakukan jika terdakwa mengajukannya dalam proses penyidikan, setelah proses penyidikan maka saksi yang meringankan tidak memiliki kewajiban hukum untuk hadir di persidangan dan pengadilan tidak memiliki kewajiban untuk memaksa saksi tersebut untuk hadir di persidangan.

Permasalahan KUHAP adalah tidak menentukan akibat hukum dari tidak diberikannya hak untuk mengajukan saksi meringankan kepada tersangka dalam proses penyidikan ataupun dari tidak dilaksanakannya kewajiban penyidik untuk memanggil dan memeriksa saksi yang dimintakan oleh tersangka dalam proses penyidikan, sehingga penyidik sering kali mengabaikan hak – hak tersangka tersebut. Keadaan ini juga disebabkan oleh Pengadilan yang tidak mempertimbangkan alasan pelanggaran hak tersangka sebagai alasan untuk mengugurkan perkara sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1381/Pid.B/2019/PN Bdg, tanggal 3 Maret 2020 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 136/Pid/2020/PT.Bdg tanggal 19 April 2020 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 947 K/Pid/2020 tanggal 1 September 2020.